Senin, 18 April 2011

Membangun Kesadaran Kritis Dengan Dana ZIS

Dalam pendistribusian dana zakat, infaq dan sodaqoh yang dikumpulkan dari masyarakat (publik) sebaiknya untuk meningkatkan kesadaran kritis mustahiq (masyarakat miskin, fakir dan lainnya). Karena jika tidak, maka dana zakat dan infaq justru akan menciptakan ketergantungan dan sama sekali tidak akan mengubah posisi mustahiq.

Distribusi dana zakat, infaq dan sodaqoh yang dilakukan secara karitatif (sekedar berderma), yang ditujukan hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, tidak akan bisa membangun kesadaran kritis mustahiq, dan karenanya dana zakat dan infaq tidak akan bisa memberantas kemiskinan, malah akan memunculkan ketergantungan.

Kesadaran kritis hanya bisa dibangun melalui pengorganisasian masyarakat dengan mendorong kegiatan-kegiatan kongkrit untuk menjawab persoalan kemiskinan. Dari kegiatan-kegiatan kongkrit yang dilakukan oleh mustahiq dan masyarakat inilah, kesadaran kritis para mustahiq akan muncul bahwa, kemiskinan dan kefakiran yang mereka alami tidak semata-mata karena takdir, tetapi karena bentukan sosial (social construction). Ada struktur ekonomi, politik dan sosial yang tidak adil yang mengakibatkan para mustahiq itu miskin. Selanjutnya, bagaimana lembaga zakat seperti LAZIS-NU bisa menjawab persoalan kemiskinan ini dengan tidak hanya memberikan bantuan secara charity, karena tidak akan pernah menyentuh akar kemiskinan.

Namun, hal ini bukan berarti distribusi zakat, infaq dan sodaqoh untuk kebutuhan konsumtif ditinggalkan, karena kebutuhan konsumtif yang sifatnya mendesak juga harus dilakukan. Misalnya kebutuhan konsumtif untuk membantu korban bencana alam, orang yang membutuhkan makan karena kelaparan.

Demikian kesimpulan yang diperoleh dari perbincangan dengan Su’udi Anis (Pengurus MWC NU Bareng Jombang) Muhammad Muklis (Mabincab PMII Jombang), Sunandar (Ketua ISNU Jombang) dan Muslimin Abdilla (LAZIS-NU Jombang). “Pemberantasan kemiskinan tidak bisa dilakukan dengan sekedar memberikan dana kepada orang miskin, karena hal itu justru akan menimbulkan ketergantungan” demikian kata Muklis.

Dia juga menambahkan “Memberantas kemiskinan harus dilakukan dengan mencari akar kemiskinan. Akar kemiskinan itu tidak ada di dalam orang miskin semata, tetapi karena pranata (politik, ekonomi dan sosial-budaya, red) yang ada disekitarnya yang membentuk orang menjadi miskin”.

Sementara itu Sunandar menimpali bahwa kemiskinan yang terjadi saat ini harus dilihat secara struktural. “LAZIS-NU harus bekerja untuk melakukan perubahan dengan melihat bahwa kemiskinan yang dialami oleh mustahiq adalah karena masalah struktural” katanya.

Sedangkan Su’udi Anis mengatakan “Yang harus dilakukan LAZIS-NU secara mendasar memang harus memberantas kemiskinan dari akarnya, tetapi jangan dilupakan juga untuk membantu masyarakat yang mengalami cobaan dan bencana, misalnya korban bencana alam atau orang yang kelaparan, kerana hal ini juga diperlukan”.

Sementara itu, Muslimin Abdilla, lebih lajut dalam menanggapi pandangan diatas mengatakan “Ke depan LAZIS-NU memang tidak hanya sekedar memberikan bantuan secara karitatif, baik berupa bantuan konsumtif atau pemberian modal usaha. Karena bantuan seperti itu tidak akan mengubah kesadaran kritis mustahiq. Saya membayangkan dan berusaha membuat perencanaan, ke depan LAZIS-NU Jombang bisa membiayai para penggerak masyarakat (fi sabilillah) yang mendorong kegiatan-kegiatan kongkrit bagi mustahiq untuk menjawab persoalan-persoalan mereka”. “Melalui kegiatan-kegiatan kongkrit inilah , Insya Allah, kesadaran kritis mustahiq bisa dibangun untuk berjuang menyelesaikan masalah kemiskinan mereka sendiri” pungkasnya. (Mus)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger